Kamis, 13 Januari 2011

latar belakang masalah Skripsi Hukum Udara internasional




BAB I
PENDHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum udara internasional terbilang sistem hukum baru di bidang hukum internasional karena kemunculannya baru pada abab ke-20 , setelah munculnya pesawat udara. Pesawat udara sendiri telah muncul pada tanggal 17 Desember tahun 1903, dimana Wrigght bersaudara melakukan penerbangan yang pertama, dengan menggunakan pesawat bermesin yang dapat dikendalikan. Jarak penerbangan yang ditempuh untuk pertama kalinya, dari tinggal-landas sampai mendarat lagi, hanya 40 meter dengan keberhasilan mengudara sekitar 12 detik .

Kemajuan dibidang informasi dan teknologi, terutama dalam jasa transportasi penerbangan, baik dalam negeri ataupun penerbangan internasional mendorong hukum udara internasional belakangan ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam segi perhatian para akademisi dan praktisi dibidang hukum ini. Meningkatnya pertumbuhan transportasi udara internasional, keselamatan penerbangan, keteratutan dan standardisasi internasional berkembang dengan pesat yang tidak dapat ditandingi oleh moda transportasi yang lain. Pertumbuhan transportasi udara internasional tersebut dapat memperpendek jarak antarnegara, mempercepat transportasi wisatawan asing ke Negara lain yang dapat digunakan untuk saling berkunjung ke Negara lain, saling mengenal budaya masing-masing bangsa, mempererat persahabatan antar bangsa yang dapat mencegah terulangnya perang dunia yang sangat mengerikan, meningkatkan perdagangan dunia, sebagai salah satu sumber devisa Negara yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan umat manusia.

Karena bidang penerbangan yang memeliki kaitan dengan berbagai macam faktor dalam suatu Negara, hal ini juga menjadi magnet tersendiri bagi akademisi dan praktisi hukum intenasional serta menimbulkan wacana yang hangat di dalam masyarakat, sebagai contoh adalah permasalahan di seputar kecelakaan ataupun incident pesawat udara. Kecelakaan pesawat udara pada pengoperasian pesawat udara biasanya melibatkan peranan faktor non-teknis, seperti keadaan cuaca yang buruk.

Untuk meminimalisir pembajakan, kejadian dan kecelakaan tentunya diharapkan ketatnya pengamanan dan memedainya fasilitas pada Bandar udara nasional dan internasional. Hal ini wajar mengingat, berdasarkan statistik kecelakaan pesawat komersial, yang dilansir oleh perusahaan Boeing, diperoleh data bahwa kecelakaan pesawat memang paling sering terjadi saat melakukan Landing, presentasenya mencapai 51%. Kemudian diikuti saat melakukan Take off, mencapai 17%, diikuti saat mendaki (8%), mendekati Landasan (7%), mengudara (6%), serta saat menurun (3%). Sedang prersentase jumlah korban terbanyak, justru tercatat pada pada kecelakaan pesawat yang akan Flaps Up (mendaki), yakni 25%. Disusul saat pesawat melakukan take off (22%), landing (18%), mendekati landasan (13%), mengudara (6%), serta menurun (3%) (gatra, 21 Maret 2007) .

Tingginya Tuntutan keselamatan di dalam pengoperasian Bandar udara internasional merupakan tanggung jawab oleh semua pihak yang terlibat dalam pengoperasian bandar udara internasional. Tuntuntan terhadap keselamatan di dalam pengoperasian Bandar udara internasional menyebabkan orang yang bekerja dalam industri ini harus memiliki spesialisasi dalam berbagai keahlian, seperti petugas keamanan Bandar udara, dan khusus pengontrolan oleh kepala bandara yang memegang kewajiban dan tanggung jawab tertinggi pada suatu Bandar udara.

Penentuan suatu Bandar udara untuk bisa melakukan penerbangan internasional tentu mempunyai standar yang telah disepekati oleh Negara-negara yang melakukan jasa penerbangan internasional. Kesepakatan internasional bisa dalam bentuk perjanjian multilateral ataupun bilateral. Setalah ada kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian internasional tentu hal itu menjadi aturan yang mengikat bagi Negara-negara yang melakukan perjanjian sesuai dengan aturan yang disepakati bersama.
Perjanjian-perjanjian internasional multilateral yang telah sepakati dan dijadikan aturan dalam hukum Udara internasional, seperti Konvensi Warsawa 1929 mengatur mengenai keseragaman dokumen transportasi udara internasional, prinsip tanggung jawab hukum perusahaan (tanggung jawab terbatas), pengertian transportasi internasional dan yurisdiksi negara anggota. Konvensi Chicago 1944 tentang penerbangan sipil internasional, Konvensi Tokyo 1963, yang biasa disebut konvensi tentang Pembajakan Udara, Convention The Hague 1970 sebagai konvensi pelengkap aturan-aturan yang tidak diatur dalam Konvensi Tokyo 1963. Konvensi Montreal 1991 yang mengatur mengenai penandaan bahan peledak untuk identifikasi. Sedangkan perjanjian bilateral jumlahnya sangat banyak karena hanya dibuat oleh dua pihak sehingga kesepakatan sangat mudah dicapai.
Diantara konvensi-konvensi internasional multilateral diatas, konvensi yang berkaitan langsung dengan pengoperasian Bandar udara internasional adalah konvensi yang mengatur standardisasi keamanan Bandar udara internasional, yaitu Konvensi Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional. Pada pasal 13 Konvensi Chicago 1944 dikatakan bahwa pesawat udara nasional maupun asing, kecuali melakukan pendaratan darurat, hanya dapat diizinkan melakukan pendaratan pada Bandar udara yang dilengkapi dengan petugas bea cukai (Customs), imigrasi (immigration) dan karantina (quarantine) baik karantina tumbuh-tumbuhan, hewan maupun kesehatan.
Lebih khusus mengenai pengaturan teknis keamanan Bandar udara internasional diatur dalam Annex Konvensi Chicago 1944, Annex yang dimaksud adalah Annex 14. Pada Annex 14 Konvensi Chicago 1944 mengatur “ Specifications for the design and operations of aerodroms “. Dengan adanya Annex 14 Konvensi Chicago 1944 tentu memudahkan untuk memenuhi setiap standardisasi keamanan pada bandar udara internasional.

Standardisasi keamanan Bandar udara internasional berdasarkan Konvensi Chicago 1944 berlaku bagi semua Bandar udara internasional, termasuk Bandar udara internasional yang ada di Negara Indonesia. Salah satu Bandar udara internasional yang ada di Indonesia adalah Bandar udara internasional Sultan Hasanuddin yang berada pada provinsi Sulawesi Selatan (Makassar). Bandar udara internasional ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 26 September 2008 . Bandar udara internasional Sultan Hasanuddin telah melakukan penerbangan internasional langsung ke Negara malaysia sehingga faktor keamanan bandar udara internasional dalam pengoperasiannya di lakukan sesuai dengan standar internasional.

Bandar udara internasional Sultan Hasanuddin sampai saat ini telah mengalami ke banjiran sebanyak empat kali, dimana bahkan hanya terjadi sebulan setelah bandar udara internasional ini diresmikan. Yang kedua, November 2009, dan yang ketiga terjadi di bulan Maret, serta yang ke empat pada bulan September 2010. Banjir yang terjadi membuat pengelolah bandar udara harus mematikan aliran listrik untuk menghindari gangguan hubungan arus pendek listrik. Hal ini tentu membuat fasilitas bandar udara internasional yang menggunakan arus listrik sebagai tenaga pengoperasian fasilitas tersebut, tidak dapat di gunakan .

Untuk mengetahui sejauh mana Bandar udara internasional di Indonesia telah memenuhi standarisasi sistem keamanan Bandar udara internasional berdasarkan Konvensi Chicago 1944, terutama Bandar udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar. Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk meneliti sejauh mana Bandar udara Internasional Sultan Hasanuddin telah memenuhi standarisasi sistem keamanan Bandar udara internasional berdasarkan Konvensi Chicago 1944 dan bagaimana tanggung jawab pemerintah dalam hal pengoperasian bandar udara, sehingga keselamatan, keteraturan dan ketertiban dapat diwujudkan setiap saat dilingkungan bandar udara internasional. Untuk hal itu Penulis mengangkat judul skripsi “Sistem Keamanan Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Dalam Kaitannya Dengan Konvensi Chicago 1944”.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan Konvensi Chicago 1944 pada Bandar udara Internasional Sultan Hasanuddin?


C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui penerapan Konvensi Chicago 1944 pada Bandar udara Internasional Sultan Hasanuddin.


NB: LTB ini senggaja dibuat tdk lengkap....sukses buat kita semua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut